Seteru Lekra dan Manikebu; Sampai Magsaysay Pramoedya dan Mochtar Lubis[1]

Mujahiddin Al Faruqul Adzim, 1006699442[2]

Pendahuluan

Sebuah ideologi mempengaruhi seseorang dalam berpikir, dengan pikirannya seseorang bertindak, sehingga sebuah ideologi mempengaruhi setiap tindakan seseorang. Begitu pula pada dunia kesusastraan, ideologi setiap penulisnya mempengaruhi hasil karyanya, kemudian karyanya mempengaruhi setiap pembacanya. Oleh sebab itu, ideologi sangat berperan penting dalam amanat serta pesan yang ingin disampaikan oleh si penulis untuk tujuan-tujuan tertentu.

Indonesia mengalami sebuah “prahara budaya”[3] pada masa transisi awal kemerdekaan Indonesia. Selain pada masa itu bangsa Indonesia masih berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan, bangsa Indonesia juga sedang mencari bentuk dan jati dirinya sebagai bangsa yang mandiri dan merdeka.

Pada masa 50-an sampai dengan 60-an itulah terjadi pergolakan pemikiran, hal itu pun tak lepas dari kondisi perpolitikan dunia pada saat itu, di mana Ameriaka dan Uni Sovyet bersitegang dalam perang dingin ideologi pemikiran antara komunisme dan kapitalis. Begitupun halnya di Indonesia, para tokoh nasional dan para sastrawan-budayawan pun mempunyai latar ideologi berbeda-beda pada masa itu. Dan selanjutnya meluas dengan terbentuknya Lekra—Lembaga Kebudayaan Rakyat—yang berideologi sosialis-komunis dan Manifes Kebudayaan—Manikebu—yang cenderung lebih dekat kepada Barat.

Pada makalah ini akan dijabarkan mengenai perseteruan antara Lekra dan Manikebu sampai dengan polemik masalah pemberian Ramon Magsaysay Award kepada Pramoedya yang kemudian diprotes keras terutama oleh Mochtar Lubis.

Leave a comment