Harun Nasution dan Rasionalisme: Neo-Muktazilah[1]

oleh Mujahiddin Al Faruqul Adzim[2]

Pendahuluan

Harun Nasution, nama ini sudah tak asing di kalangan akademisi. Apalagi bagi mahasiswa yang berkuliah di Universitas Islam Negeri (UIN), dahulu bernama Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Bukunya yang berjudul Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek menjadi bacaan wajib semua mahasiswa UIN di Indonesia. Pria asal Sumatera Utara ini lahir pada tanggal 23 September 1919. Ia menempuh pendidikan di HIS, kemudian melanjutkan di Modern Islamietiche Kweekschool (MIK) setingkap SMP di Bukittinggi. Setelah itu ia menggali ilmu di Masjidil Haram atas suruhan orang tuanya untuk mempelajari agama. Karena ia tidak kerasan dengan ilmu agama, akhirnya ia memutuskan untuk menempuh pendidikan di Mesir. Ia masuk Fakultas Usluhudin di Al-Azhar. Namun, karena tidak cocok dengan sistem pembelajaran yang penuh hafalan, ia juga mengikuti kuliah pada malam hari di Universitas Amerika Kairo.[3] Sampai pada kesempatan berikutnya, ia bertemu dengan HM. Rasjidi dan membantunya untuk berkuliah di McGill University, Canada. Pada tahun 1965, ia mendapatkan gelar MA. Pada tahun 1968, ia mendapatkan gelar Ph.D. Bahkan, HM. Rasjidi mengatakan bahwa kawannya itu, Harun Nasution, merupakan orang Indonesia pertama yang mendapatkan gelar tersebut.[4]

Banyak yang mengatakan bahwa Harun Nasution adalah orang bertanggung jawab membawa pengaruh Muktazilah di Indonesia. Gagasan Harun memang sangat menekankan aspek rasionalitas dalam beragama. Dalam tulisan ini, penulis akan coba memaparkan sedikit dari gagasan besar Harun Nasution tentang rasionalismenya. Melalui buku yang berjudul Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution saya akan coba menilik gagasan Harun Nasution. Tentu tak semua, hanya yang saya anggap penting dan dapat mewakili saja di antara belasan artikel yang dimuat di dalam buku ini. Hal yang membuat menarik adalah bagaimana Harun Nasution yang terlihat begitu menggebu saat menjelaskan mengenai zaman Islam Klasik dan pemikiran Muktazilah.

Rasionalisme: Menalar Agama

Tak bisa dipungkiri bahwa gagasan rasionalisme Harun Nasution merupakan pengulangan dari gagasan Muktazilah. Yang menarik adalah bahwa Harun Nasution tidak mengambil konsep rasionalisme dari filusuf Eropa, tetapi mengambil konsep Muktazilah yang mencapai puncak kejayaannya pada masa Islam Klasik. Harun menilai bahwa kemunduran Islam di zaman modern ini karena kejumudannya dan tidak adanya pembaruan dalam Islam. Salah satu faktornya adalah tidak lagi dikedepankan daya nalar kritis terhadap agama sehingga ilmu pengetahuan menjadi kurang berkembang dan cenderung statis. Oleh sebab itu, Harun menilai bahwa perlu kiranya Islam, khususnya di Indonesia, kembali daya nalar dan akal budinya dalam beragama agar kejayaan Islam pada masa Klasik bisa terulang kembali.

Leave a comment